Bicara mengenai korupsi di Indonesia, tentu bukan menjadi hal yang baru di Indonesia. Karena masyarakat Indonesiapun kini juga sudah mulai bosan mendengar kasus-kasus korupsi para birokrat, bahkan ironisnya lagi korupsi dianggap sudah menjadi kultur yang tidak dapat dipangkas lagi. Walaupun kini sudah ada KPK yang menjadi lembaga control jalannya pemerintahan agar terlepas dari lingkaran setan korupsi. Tapi mungkinkah KPK dapat selalu mengungkap dan mencegah praktik-prkatik korupsi, apalagi mewujudkan yang namanya good governance? Tentunya KPK bukanlah Tuhan yang dapat melihat dan mendengar setiap tindak-tanduk makhluknya.
Menurut laporan KPK, proses pengadaan barang dan jasa institusi pemerintah merupakan lahan subur terciptanya praktik-praktik KKN. Sepanjang tahun 2006 kasus korupsi yang ditangani KPK 77% nya adalah terkait dalam hal pengadaan barang dan jasa, dan di tahun 2007 kasus pengadaan barang dan jasa masih tetap mendominasi kasus korupsi yang ditangani KPK. “Pada tahun 2008 ini pun di indikasikan kebocoran pengadaan barang dan jasa adalah sekitar 30 – 50 %, dengan total sekitar 240 triliun”, ujar Ronni Ihram Maulana (Direktur Monitoring KPK) dalam Seminar dan Workshop: Era Baru E-Procurement di Indonesia. Tapi apakah bangsa Indonesia harus berputus asa akan hal ini? Tentunya ini bukanlah deadlock untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik-praktik korupsi.
Kemajuan teknologi computer dan informasi membuka sedikit jalan terang untuk menanggulangi praktik – praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satunya adalah system E-Procurement dalam pengadaan barang dan jasa oleh instansi pemerintah yang dapat memberikan aksepbilitas, transparansi, dan terbuka bagi umum. Implementasi E-Procurement merupakan respon dari Inpres No. 03 Tahun 2003 tanggal 9 Juni 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E –Government. Sedangkan, E-Procurement adalah dengan tujuan agar pelaksanaan proses pemilihan penyedia barang dan jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN dilakukan secara lebih efisien, efektif, terbuka, bersaing, transparan, adil (tidak diskriminatif) dan akuntabel.
E-Procurement adalah penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasi(ICT) dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk meningkatkan transparansi, karena asas transparansi dan ankuntabilitas inilah yang merupakan kompenen penting dalam menekan terjadinya praktik-praktik korupsi”. Lanjut, Ronni Ihram. Selain itu, “dengan adanya system E-Procurement ini juga dapat menghemat APBN sebesar 60 triliun atau sekitar 10 – 15 % dari 400 triliun total proses pengadaan barang dan jasa pemerintah pada APBN-P 2008 ini” tutur Syahrial Luthan (Sekertaris Menteri Negara Bappenas) yang juga hadir sebagai nara sumber dalam Seminar danWorkshop: Era Baru E-Procurement Indonesia, 14 mei 2008 di Hotel Aryaduta Jakarta.
Hanya saja E-Procurement ini bukanlah suatu system yang sempurna dengan tanpa kelemahan. Kelemahan utama dalam pengimplementasian E-Procurement ini adalah kualitas SDM yang kurang faham tentang IT. Walaupun dengan adanya system E-Procurement ini telah mampu menjaga intensitas pertemuan antara institusi pemerintah dengan vendor penyedia barang dan jasa, sehingga dapat mempersimpit terjadinya praktik “kongkalikong” dalam pemberian tender pemerinta. Namun disini pula terjadi letak kelemahannya, karena institusi pemerintahpun hanya memiliki sedikit informasi tentang kualitas vendor yang akan diajak bekerjasama, sehingga ketidaktepatan sasaran sering kali jadi masalah utama.
Kemajuan teknologi computer dan informasi yang terintegrasikan pada proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam e-procurement inilah yang seharusnya jadi momentum bagi pemerintah untuk merevolusi birokrasinya sehingga terwujudnya good government dan good governance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar